Jumat, 29 Agustus 2014

BAB VII
SILLOGISME KATEGORIS
1. Sillogisme adalah setiap penyimpulan, dimana dari dua keputusan (premis-premis) disimpulkan suatu keputusan yang baru (kesimpulan). Keputusan yang baru itu berhubungan erat sekali dengan premis-premisnya. Keeratannya terletak dalam halini : Jika premis-premisnya benar, dengan sendirinya atau tidak dapat tidak kesimpulannya juga benar.
2. Ada dua macam sillogisme itu. Yang satu disebut sillogisme kategoris dan yang lainnya disebut sillogisme hipotesis.Sillogisme kategoris adalah sillogisme yang premis-premis dan kesimpulannya berupa keputusan kategoris. Sillogisme ini dapat dibedakan menjadi
- Sillogisme kategoris tunggal, karena terdiri atas dua premis;            - Sillogisme kategoris tersusun, karena terdiri atas lebih dari dua premis;          Sillogisme hipotesis adalah sillogisme yang terdiri atas satu premis atau lebih yang berupa keputusan hipotesis. Dan sillogisme ini juga dapat dibedakan menjadi            - Sillogisme (hipotesis) kondisional, yang ditandai denganungkapan : jika ..., (maka) ...;                  - Sillogisme (hipotesis) disyungtif, yang ditandai dengan ungkapan : atau ..., atau ...;             - Sillogisme (hipotesis) konyungtif, yang ditandai dengan ungkapan : tidak sekaligus ... dan ...
3. Baiklah sillogisme kategoris tunggal dibicarakan secara khusus dahulu.          Sillogisme kategoris tunggal merupakan bentuk sillogisme yang terpenting. Sillogisme ini terdiri atas tiga term, yakni subyek (S), predikat (P) dan term-antara (M).           Biasanya sillogisme ini dibagankan sebagai berikut :
Setiap manusia dapat mati M – PBudi adalah manusia S – MJadi, Budi dapat mati S – P
Term major adalah predikat dari kesimpulan. Term itu harus terdapat dalam kesimpulan dan salah satu premis, biasanya dalam premis yang pertama. Premis yang mengandung predijat itu disebut major. Kemudian term minor adalah subyek dari kesimpulan. Term itu biasanya terdapat dalam premis yang lain, biasanya dalam premis yang kedua. Premis yang mengandung subyek itu disebut minor. Dan akhirnya term-antara ialah term yang terdapat dalam kedua premis, tetapi tidak terdapat dalam kesimpulan. Dengan term-antara ini subyek dan predikat dibandingkan satu sama lain. Dengan demikian subyek dan predikat dipersatukan atau dipisahkan satu sama lain dalam kesimpulan. Namun dalam percakapan sehari-hari, dalam buku-buku atau tulisan-tulisan, bagan seperti ini tidak selalu nampak dengan jelas. Sering kali ada keputusan yang tersembunyi.Kesulitan yang sama juga terdapat dalam keputusan. Ketikaberbicara tentang keputusan, sudah dianjurkan supaya keputusan itu dijabarkan dalam bentuk logis. Dan sekarang juga dianjurkan supaya pemikiran-pemikiran dijabarkan dalam bentuk sillogisme kategoris. Artinya, dianjurkan supaya dirumuskan sedemikian rupa sehingga titik pangkalnya serta jalan pikiran yang terkandung di dalamnya dapat diperlihatkan dengan jelas. Untuk itu perlulah :
1.
Menentukan dahulu kesimpulan mana yang ditarik;
2.
Mencari apakah alasan yang disajikan (M);
3.
Lalu menyusun sillogisme berdasarkan subyek dan predikat (kesimpulan) serta term-
antara (M).
4. Ada hukum-hukum yang perlu ditepati dalam sillogisme kategoris. Hukum-hukum itu dibedakan dalam dua kelompok.Kelompok yang satu menyangkut term-term dan yang lainnya menyangkut keputusan-keputusan.
4.1 Yang menyangkut term-term
1.
Sillogisme tidak boleh mengandung lebih atau kurang dari tiga term.  Kurang dari tiga term berarti tidak ada sillogisme. Lebih dari tiga term berarti tidak adanya perbandingan. Kalaupun ada tiga term, ketiga term haruslah digunakan dalam arti yang sama tepatnya. Kalau tidak, hal itu sama saja dengan menggunakan lebih dari tiga term.          
Misalnya : Anjing itu menggonggong.Binatang itu anjing.Jadi bintang itu menggonggong.
2.
Term-antara (M) tidak boleh masuk (terdapat dalam) kesimpulan. Hal ini sebenarnya sudah jelas dari bagan sillogisme. Selain itu masih dapat dijelaskan begini. Term-antara (M) dimaksudkan untuk mengadakan perbandingan dengan term-term. Perbandingan itu terjadi dalam premis-premis. Karena itu term-antara (M) hanya berguna dalam premis-premis saja.
3.
Term subyek dan predikat dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas daripada dalam premis-premis.              Artinya, term subyek dan predikat dalam kesimpulan tidak boleh universal, kalau dalam premis-premis particular. Ada bahaya ‘latius hos’. Istilah ini sebenarnya merupakan ‘singkatan’ dari hukum sillogisme yang berbunyi: ‘Latius hos quam praemissae conclusion non vult’. Isi ungkapan yang panjang ini sama saja dengan ‘generalisasi’. Baik ‘latius hos’ maupun ‘generalisasi’ menyatakan ketidakberesan atau kesalahan dalam penyimpulan, yakni menarik kesimpulan yang terlalu luas. Menarik kesimpulan yang universal padahal yang benar hanyalah kesimpulan dalam bentuk keputusan yang particular saja.           Misalnya : Anjing adalah makhluk hidup.Manusia bukan anjing.Jadi manusia bukan makhluk hidup.
4.
Term-antara (M) harus sekurang-kurangnya satu kali universal. Jika term-antara particular baik dalam premis major maupun minoe, mungkin sekali term-antara itu menunjukkan bagian-bagian yang berlainan dari seluruh luasnya. Kalau begitu term-antara tidak lagi berfungsi sebagai term-antara dan tidak lagi menghubungkan (memisahkan) subyek dan predikat. Misalnya: Banyak orang kaya kikir.     Budi adalah seorang kaya.     Jadi Budi kikir.
4.2 Yang menyangkut keputusan-keputusan
1.
Jika kedua premis (yakni major dan minor) afirmatif atau positif, maka kesimpulannya harus afirmatif atau positif pula.
2.
Kedua premis tidak boleh negative.   Sebab, term-antara (M) tidak lagi berfungsi sebagai penghubung atau pemisah subyek dan predikat. Dalam sillogisme sekuran-kurangnya satu, yakni subyek atau predikat, harus dipersamakan dengan term-antara (M).          Misalnya: Batu bukan binatang.Anjing bukan batu.Jadi anjing bukan binatang.
3.
Kedua premis tidak boleh particular.
Sekurang-kurangnya satu premis harus universal. Kalau tidak, hukum yang disebut dalam 4.1.3 dan 4.1.4 dilanggar.           Misalnya: Ada orang kaya yang tidak tenteram hatinya.
Banyak orang jujur tenteram hatinya.
Jadi orang-orang kaya tidak jujur.
4.
Kesimpulan harus sesuai dengan premis yang paling lemah.
Keputusan particular adalah keputusan yang ‘lemah’ dibandingkan dengan keputusan yang universal. Keputusan negative adalah keputusan yang ‘lemah’ dibandingkan dengan keputusan yang afirmatif atau positif.
Karena itu,
-
Jika salah satu premis particular, kesimpulan juga harus particular
-
Jika salah satu premis negative, kesimpulan juga harus negative;
-
Jika salah satu premis negative dan particular, kesimpulan juga harus negative dan particular. Kalau tidak, ada bahaya ‘latius hos’ lagi.
Misalnya: Beberapa anak puteri tidak jujur.     Semua anak puteri itu manusia (orang).     Jadi beberapa manusia (orang) tidak jujur.
5. Susunan silogisme yang lurus
Silogisme yang baru dijelaskan tadi merupakan bentuk logis dari penyimpulan. Penyimpulan ini tersusun dari tiga term. Ketiga term itu adalah subyek, predikat dan term antara (M). Yang terakhir ini merupakan kunci silogisme. Sebab, term-antara (M) itulah yang menyatakan mengapa subyek dipersatukan dengan predikat atau dipisahkan dari padanya dalam kesimpulan.Kemudian, penyimpulan juga tersusun dari tiga keputusan.Ketiga keputusan itu adalah premis major, premis minor dan kesimpulan. Dan akhirnya, ketiga keputusan ini dapat dibedakan menurut bentuk dan luasnya. Pembedaan ini menghasilkan keputusan A, keputusan E, keputusan I dan keputusan O.
5.1 Unsur-unsur yang terdapat di atas dapat dikombinasikan satusama lain. Kalau dikombinasikan, terdapatlah susunan-susunan yang berikut:
Menurut tempat term-antara (M)
1. M – P 2. P – M 3. M – P 4. P – M
  S – M     S – M     M – S      M – S 
  S – P                S – P               S – P                 S – P 
-Setiap keputusan tadi masih dapat berupa keputusan A, E, I dan O, menurut bentuk dan luasnya. Dan kalau semuanya dikombinasikan, secara teoritis diperoleh 64 (bahkan 256) kemungkinan. Tetapi nyatanya tidak setiap kombinasi menghasilkan susunan silogisme yang lurus. Dengan memperhatikan hukum-hukum silogisme, hanya terdapat 19 kombinasi yang lurus. Kombinasi-kombinasi ini pun masih harus menepati beberapa syarat lagi.
5.2 Susunan yang pertama: M – P         S – M        S – P
Susunan ini merupakan susunan yang paling sempurna dan tepat sekali untuk suatu eksposisi yang positif.
Syarat-syaratnya ialah: premis minor harus afirmatif dan premis major universal.
Karena itu kombinasi-kombinasi yang mungkin ialah AAA, EAE, AII dan EIO (AAI dan EAO tidak lazim di sini).
Misalnya: AAA : Semua manusia dapat mati.   Semua orang Indonesia adalah manusia.
  Jadi, semua orang Indonesia dapat mati.
  (AAI) : Semua manusia dapat mati.Semua orang Indonesia adalah manusia.          Jadi, beberapa orang Indonesia dapat mati.
EAE : Semua manusia bukanlah abadi.         Semua orang Indonesia adalah manusia.         Jadi, semua orang Indonesia bukanlah abadi.
(EAO): Semua manusia bukanlah abadi.            Semua orang Indonesia adalah manusia.Jadi, beberapa orang Indonesia bukanlah abadi.
AII : Semua anjing menyalak.Bruno adalah anjing.Jadi, Bruno menyalak.
EIO : Tidak semua manusia pun adlah seekor harimau.         Beberapa hewan adalah manusia.        Jadi, beberapa hewan bukanlah harimau.
5.3 Susunan yang kedua : P – M    S – M    S – P
Susunan ini tepat sekali untuk menyusun suatu sanggahan. Susunan ini juga dapat dijabarkan menjadi susunan yang pertama.
Syarat-syaratnya ialah sebuah premis harus negative, premis major harus universal.
Karena itu kombinasi-kombinasi yang mungkin ialah :EAE, AEE, EIO dan AOO (EAO dan AEO tidak lazim di sini).
5.4 Susunan yang ketiga : M – P    M – S      S – P
Susunan ini tidaklah sesederhana susunan yang pertama dan yang kedua. Karena itu janganlah susunan ini dipakai terlalu sering. Susunan ini juga bias dijabarkan menjadi susunan yang pertama.
Syarat-syaratnya ialah : premis minor harus afirmatif dan kesimpulan particular.
Karena itu kombinasi-kombinasi yang mungkin ialah :AAI, IAI, AII, EAO, OAO dan EIO.
5.5 Susunan yang keempat : P – M           M – S           S – P
Susunan ini tidak lumrah dan hampir tidak pernah dipakai. Karena itu susunan ini sebaiknya disingkirkan saja. Susunan ini dengan mudah dapat dijabarkan menjadi susunan yang pertama.
Syarat-syaratnya ialah :
Apabila premis major afirmatif, premis minor harus universal;
Apabila premis minor afirmatif, kesimpulan harus particular;
Apabila salah satu premis negative, premis major harus universal. Karena itu kombinasi – kombinasi yang mungkin ialah : AAI, AEE, IAI, EAO dan EIO (AEO tidak lazim di sini).
6. Sillogisme tersusun
Ada beberapa sillogisme yang disebut sillogisme tersusun.Sillogisme-sillogisme itu ialah :
6.1. Epicherema
Epicherema adalah sillogisme yang salah satu premisnya atau juga kedua-duanya disambung dengan pembuktiannya.Sillogisme ini juga disebut sillogisme dengan suatu premis kausal.
Misalnya : Setiap pahlawan itu agung, karena pahlawan adalah orang yang berani mengerjakan      hal-hal yang mengatasi tuntutan kewajibannya.  Jendral Sudirman adalah seorang pahlawan. Jadi, Jendral Sudirman adalah agung.
6.2. Enthymema
Enthymema adalah sillogisme yang salah satu premisnya atau kesimpulannya dilampaui. Juga disebut sillogisme yang dipersingkat.
Misalnya : Jiwa manusia adalah rohani.     Jadi, tidak akanmati.
Kalau dijabarkan menjadi sillogisme yang lengkap, sillogisme itu tersusun begini :Yang rohani itu tidak dapat (akan) mati.Jiwa manusia adalah rohani.Jadi, jiwa manusia tidak dapat (akan) mati.  
6.3. Polysillogisme
Polysillogisme adalah suatu deretan sillogisme. Sillogisme itu dideretkan sedemikian rupa, sehingga kesimpulan sillogisme yang satu menjadi premis untuk sillogisme yang lainnya.  Misalnya : Seorang, yang menginginkan lebih dari pada yang dimilikinya, merasa tidak puas.    Seorang yang rakus, adalag seorang yang menginginkan lebih dari pada yang dimilikinya.      Jadi, seorang yang rakus merasa tidak puas.            Seorang yang kikir adalah seorang yang rakus.      Jadi, seorang yang kikir merasa tidak puas.      Budi adalah seorang yang kikir.      Jadi, Budi merasa tidak puas.
6.4. Sorites
Sorites adalah suatu macam polysillogisme, suatu deretan sillogisme-sillogisme itu terdiri atas lebih dari tiga keputusan.Keputusan-keputusan itu dihubungkan satu sama lain sedemikian rupa, sehingga predikat dari keputusan yang satu selalu menjadi subyek dari keputusan yang pertama dihubungkan dengan predikat keputusan yang terakhir.
Misalnya : Orang yang tidak mengendalikan keinganannya, menginginkan seribu satu macam barang.    Orang yang menginginkan seribu satu macam barang, banyak sekali kebutuhannya.    Orang yang banyak sekali kebutuhannya, tidak tenteram hatinya.      Jadi, orang yang tidak mengendalikan keinginannya, tidak tenteram hatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar